Rabu, 08 November 2017

SASIKIRANA


:buat Wulan, sepucuk rindu

I
ku ulangi lagi sajak yang ku tulis di bawah rembulan
bait-bait sayu dan usang yang cukup lama tersimpan
terbaca sekilas saja, lalu ku buat terjaga

satu sisi hati sepertinya tak mahir berdusta
sisi yang lain tak cukup pandai merinai
tembang-tembang pengantar tidur dan syair yang lalu
membawa suasana pada kilau yang merdu
manis, sembari memutar cakra kasih jadi puitis
jika bagimu ini bukan sajak rupawan, jangan sebut ini
sebuah nama picisan

bagi manusia-manusia sepertiku
rindu barangkali barang yang tabu
walau kau lempar sejuta duri dari tangkaimu
tetap ku kecup mahkota putih di tahtamu
seperti yang kujanjikan
sasikirana, kasihku …
kau tetap mawar yang ku petik di bukit itu

II
di tempat yang sama aku terbaring tak berdaya
membekas hujaman di bahuku sisi kanan
dan wulan masih membuatku terpesona
untuk yang ke sekian kalinya

kuncup senja menguntum, rona malam tersenyum
bahak-bahak berkelakar tentang cerita
lalu terkapar dan bermimpi jadi sepasang merpati
yang turun membawa pesan dari baka
mereplikanya ke puncak-puncak kegetiran, kegamangan
dia mencari letak sebelah rusuknya

misteri menembus sorga yang pernah ku buat di dunia
membuat kasih Adam memilih Hawa
cukup sekali saja mengingkari kenan sang Bunda
__dan berpisahlah__
di bawah wulan yang membuat dahaga

kian lama mengakhiri rindu yang tak jua terperi
hari ini mereka dipertemukan buat yang ketiga kali

III
caya malam berubah jadi maharani
mengadili sunyi dengan bekap fantasi
dan sang kekasih makin kinasih

aku berlayar di lautan yang kelam
lamunku kekal bertahan dalam keabadian
memikat jerat dan naungan yang kuat
seperti bunga lotus yang memesona malam
mekar dengan daun mencumbu
kian merah jambu
dan aku termangu jadi buaian hujan ungu

wanginya menyebar seantero negeri
tubuhnya menarik hati pejalan kaki
barangkali aku jadi lelaki bergamis melankolis
hanya untuk malam ini saja aku minta
mengecup punggung tangan sang purnama jingga
di lembah-lembah meredup, sepasang rindu tertiup

IV
duhai sasikirana,
kisah kita memang bukan romansa yang melegenda
hanya secarik kertas berbait sekar selaras
bolehlah sesekali kita mencuri waktu berdendang
menari di atas bayang-bayang kita sendiri
tiada malu, mumpung pagi masih lama menjelang


buat sebait irama yang ku cipta di waktu senja
kirimi dirinya setangkai mawar berdaun padma, berduri janji
berilah waktu kau lihat dirimu sendiri
__manis rasanya__
seperti saat pertama wajahmu memeri makna

sasikiranaku,
dengarkan petikan gitarku di suatu malam
meski waktu tak menaut rindu yang memendam
purnamaku tetap milik cahaya bulan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar