Rabu, 08 November 2017

ATAS NAMA CINTA DAN ANGIN YANG MEMBAWANYA BERSEMI


Adakah yang lebih menarik selain berbincang denganmu di suatu senja?
Menikmati alunan sepoi angin yang basah merekah.
Berbicara tentang masa-masa di mana kita pernah bercumbu,
dan menguntai cerita di bawah lembayung pagi yang syahdu.
Di relung-relung kesunyian aku menyanyikan sebuah irama tanpa syair,
dan engkau memandangku tanpa bertanya.
Lalu kau melafalkan kata-kata pada petikan gitar dalam satu irama.

Adakah yang lebih nikmat selain menyeruput secangkir kopi buatanmu pada sebuah bangku teras?
Waktu kita kembali pada perbincangan kita yang mulai asik memanas.
Dimana engkau, aku dan beberapa persepsi kita tak kunjung bertemu.
Lalu kita beradu pandang, berpadu pandang,
sampai berakhir pada kopiku yang tanpa sadar kau minum.
Kita tersenyum, lalu tawa menyerbak harum.

Adakah yang lebih ramah selain mengeja kata demi kata rayuan yang ku lantunkan
sejak pertama kita bertemu?
Lalu kita menikmatinya sebagai sajak yang membingkis banyak kenangan dan hal-hal terangan.
Setiap kata mungkin saja terselip dusta yang manis.
Namun ku tahu, kau dan aku menikmatinya sebagai untaian romantis.
Biarlah, asal kita berdua bahagia,
bagiku semua tak apa.

Biarlah semua pujangga berbicara dengan cara mereka sendiri.
Lantunan dendang, irama dan lagu dengan kata-kata dan untaian syair cinta yang membuat lena telinga.
Dan ku nikmati saja setiap waktu.
_kau dan aku_
Di sanalah cinta dimulai
dan diakhiri dengan senyum gemulai.

Bolehkah sekali -satu kali saja- waktu aku menjemputmu dan mengajakmu mengarungi senja bersamaku?
Tiada lain kali. Kali ini dan terakhir kali.
Entah jiwa atau raga yang mendamba, namun cinta sepertinya memberi pilihan yang paling bijaksana.
Bidadari yang ku panggil di malam hari.
Di bukit yang jingga ini,
_aku meminangmu_
Atas nama cinta dan angin yang membawanya bersemi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar